Skip to main content

Ranting Patah


Berjalan di antara ranting patah

Rapuh, seperti harapan yang perlahan punah

Mungkin tubuh nya masih belum menyerah

Walau hati nya mulai jenuh


Sejauh mana ranting patah membawa langkah

Dia lelah tuk bergerak tanpa tujuan pasti

Berkali pikiran nya memohon agar berhenti

Namun tubuh itu masih paksakan langkah


Walau ia kini mulai hancur

Perlahan menua dan rapuh

Ia tetap ingin melihat ujung ranting patah

Mungkin saja ia dapati diri nya bahagia, atau hanya sekedar mencoba tuk tak hancur.

Comments

Popular posts from this blog

Penyesalan Ku

  Aku pernah menjadi sangat bodoh, hingga membuat semua yang bermula indah, menjadi hancur berkeping-keping. Mencintai mu tidak pernah menjadi sesuatu yang aku sesali, melepaskan mu dengan begitu cepat itulah yang selalu menghantui pikiran ini. Setahun telah berlalu, rasa nya aku sudah bisa berlari sendiri, walau kadang ada kala nya aku menengok ke belakang dan merindukan diri mu. Hei, masihkah kamu menggigit kuku mungil mu setiap kali merasa gugup? masihkah kamu meminta italian chocolate ice cream setiap kali merasa kesal? Ah, waktu telah berlalu, tapi aku masih merindukan wajah merah marun mu. Sesak rasa nya tuk membayangkan bahwa saat ini, ada orang lain yang merasakan semua yang dahulu aku spesialkan. Seandainya kala itu aku tidak pernah memikirkan hal bodoh, tuk mengganti senyuman indah mu dengan perasaan palsu dan pahit yang dia berikan. Mungkin kah kita masih bahagia? Tertawa lepas hingga matahari terbenam di angkringan Pak Jono? Mungkin kah kau masih terus merengek untuk ma...

My Diary

Dear Diary,  Rabu, 11 Februari 2004. Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana semua hal di dunia akan berakhir, di mana air yang terus mengalir akan berhenti, di mana angin yang berhembus akan beristirahat, atau hanya sekedar bagaimana aku tanpa kamu. Aku tidak pandai membaca wajah, aku pun tidak mudah mengerti segala hal, aku hanya menjadi aku, pria bodoh yang telat mengerti semua nya. Kala itu, hujan rintik tak menghentikan langkah mu, aku terus menelusuri jalan di belakang diri mu yang tergesa-gesa dan sesekali menengok ke belakang, mungkin memastikan aku masih mengikuti mu atau tidak. Aku mulai khawatir, baju putih mu mulai terlihat basah, aku mempercepat langkah ku, berharap cemas akan mencapai diri mu. Namun, kau tetap menjaga jarak, agar kita tetap berjauhan. Dalam setiap langkah, aku selalu memikirkan tentang apa yang salah, dan tentang apa yang kau inginkan untuk ku lakukan. Aku terus memanggil nama mu, "Dar, dar, berhenti dar" triak ku di tengah kebisingan rintik hujan ...